LEGAL NOW – Tahukah Anda, ternyata kasus sengketa tanah di pengadilan terjadi di Indonesia tidak hanya sekali saja. Tapi sudah ada banyak kasus yang masuk sampai ke pengadilan.
Akan tetapi, dari sekian banyaknya kasus sengketa tanah di pengadilan, hanya ada 5 kasus yang berhasil menjadi sorotan atau perhatian masyarakat.
Penanganan Kasus Sengketa Tanah di Pengadilan
Pada tahun 2022 lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah membuat target untuk menyelesaikan 50 persen konflik pertanahan yang harus diselesaikan.
Dilansir dari Kementerian ATR/BPN, adanya kerjasama yang baik antara pemangku kepentingan Kejaksaan dan Polri guna mendapatkan perlindungan dan pelaksanaan di lapangan. Itu adalah faktor terpenting yang harus ada dalam penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria.
- Penguasaan dan pemilikan tanah aset BUMN dan tanah di kawasan hutan
- Penetapan hak atas tanah
- Batas dan letak bidang tanah
- Pengadaan tanah
- Tanah objek land reform
- Tuntutan ganti rugi tanah partikelir
- Tanah ulayat atau masyarakat hukum adat dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Selain itu, kutipan yang didapat langsung dari laman ATR/BPN, ternyata ada beberapa faktor pemicu konflik pertanahan. Adapun beberapa pemicu yang menjadi penyebab dari terjadinya sengketa tanah, diantaranya adalah:
Oleh sebab itu, sekarang sudah ada dua agenda prioritas Kementerian ATR/BPN yang diantaranya adalah program sertifikat tanah gratis yang sudah dimulai sejak tahun 2017 dan program penyelesaian tanah dalam kawasan hutan.
Rentannya kasus sengketa tanah di pengadilan membuat pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengarahkan dalam menemukan penyelesaian yang sistematik. Dimana Kementerian ATR/BPN akan membuat regulasi yang implementatif terkait pada isu lapangan yang melibatkan organisasi di luar pemerintah dalam penyusunannya.
Mulai dari peraturan pemerintah tentang redistribusi tanah dan penyelesaian konflik lintas sektor dengan pihak yang menjadi penggerak adalah Gugus Tugas Reforma Agraria.
Meski demikian, ternyata masih ada hal lainnya yang dilakukan dalam penyelesaian konflik dan penguatan kebijakan reforma agraria. Adapun hal lain yang dimaksud adalah membuat jadwal per kuartal untuk kasus konflik dan lokasi redistribusi berdasarkan indikator prioritas kesulitan termasuk dengan kemungkinan penerapannya.
Berikut ini rangkuman contoh kasus sengketa tanah dan penyelesaiannya yang bisa Anda jadikan sebagai referensi, antara lain:
1. Kasus Sengketa Tanah Matoa Tahun 2021
Sengketa ini berawal dari masa perjanjian kerjasama yang terhitung habis pada 18 Maret 2021 dan gugatan tentang pelanggaran kerjasama yang dilayangkan oleh PT Saranagraha Adisentosa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2021.
Jika merujuk dari Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 tanggal 20 September 1994 yang mengatur kerja sama menggunakan format bangun, operasi dan serahkan atau BOT.
Dalam amandemen tersebut, disebutkan bahwa kerjasama berlangsung pada 18 Maret 1996 hingga 18 Maret 2021 dan akan diperpanjang selama 5 tahun sejak berakhirnya perjanjian yang dimaksud.
Perjanjian kerjasama tersebut dinilai telah habis dan tidak adanya izin dari Menteri Keuangan menurut Dispenau menjadi alasan bagi PT Saranagraha untuk berhenti memanfaatkan lahan Matoa.
Selain itu, lahan ini juga disebutkan akan digunakan untuk keperluan pertahan negara. Hingga kini penertiban aset Barang Milik Negara (BMN) merupakan langkah lanjutan dari kasus sengketa ini telah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
2. Kasus Sengketa Tanah Salve Veritate Tahun 2021
Perkara kasus mafia tanah ini bermodus mal-administrasi penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4931/Cakung Barat atas nama Abdul Halim, di Cakung, Jakarta Timur, dengan tanah seluas 7,78 hektar.
Awalnya, PT Salve Veritate yang merupakan pemilik lahan kaget dan tidak terima ketika tanahnya menjadi obyek sengketa karena diakui oleh orang lain.
Tanah milik PT Salve Veritate sejumlah 38 bidang dengan total luas 77.582 meter persegi yang terletak di Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, itu berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).
Menindaklanjuti laporan kuasa hukum, akhirnya Kementerian ATR/BPN memeriksa kelengkapan dokumen tanah yang semula atas nama PT Salve Veritate tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, Sertifikat HGB PT Salve Veritate tidak ditemukan hal-hal yang membuat tim pemeriksa yakin bahwa proses penerbitan sertifikat sebagaimana tersebut di atas tidak sesuai dengan prosedur.
3. Kasus Sengketa Tanah Pak Eko Tahun 2018
Tepat pada tahun 2018 sempat ramai soal fenomena menutup rumah tetangga dengan tembok karena sengketa lahan yang salah satunya terjadi di Ciledug, Tangerang.
Namun, ternyata ada kasus serupa pernah beberapa kali terjadi sebelumnya yang sempat membuat heboh dan viral di media sosial. Selain itu, berhasil memicu keributan warga hingga mengadu ke pejabat negara.
Kasus yang dialami oleh Pak Eko mencuat pada 2018 akibat sengketa lahan di Kampung Sukagalih, RT 5 RW 6, Kelurahan Pasirjati, Ujungberung, Bandung.
Rumah yang dijadikan kontrakan milik Eko Purnomo sejak 2016 terblokade bangunan lain sehingga tidak memiliki akses jalan. Eko berupaya mengadukan masalah ini ke Presiden Jokowi dan Ridwan Kamil yang saat itu menjabat wali kota Bandung.
Kasus makin berlarut meskipun tetangga Eko, yang merupakan ahli waris pemilik bangunan bersedia menghibahkan sebagian lahannya untuk menjadi jalan.
Hibah yang diberikan seluas 1×6 meter persegi. Namun, menurut Eko, jalan 1×6 meter itu sudah diatur di sertifikat tanah miliknya.
4. Kasus Sengketa Tanah Rizieq Shihab – PTPN VIII Tahun 2021
Laporan PTPN VIII telah teregister dengan nomor: LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021, dengan terlapor Muhammad Rizieq Shihab selaku ulama.
Dalam kasus sengketa tanah dengan PT Perkebunan Nasional (PTPN) VIII di Megamendung, Jawa Barat, Rizieq diduga menggunakan lahan tanpa izin untuk Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.
Badan Reserse Kriminal Polri mengklaim telah memeriksa seluruh pihak terlapor dan pelapor sudah dilakukan klarifikasi. Kasus masih penyelidikan.
Selain itu, penyidik juga masih melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Serta, pendalaman terhadap beberapa dokumen.
5. Kasus Sengketa Tanah Alam Sutera Tahun 2020
Berawal dari tersangka berinisial D berpura-pura berseteru dengan tersangka M atas tanah 45 hektar di Alam Sutera.
Pada April 2020, D menggugat M secara perdata mengenai kepemilikan lahan itu. Padahal di atas lahan sudah ada warga dan perusahaan yang menempatinya.
Pada Mei 2020, M dan D kemudian bersekongkol untuk berdamai dan melakukan mediasi atas kasus sengketa tanah itu. Setelah terjadi kesepakatan damai, pada Juli 2020 komplotan mafia tanah itu mengajukan eksekusi lahan ke pihak Pengadilan.
Hal ini sontak mendapat perlawanan dari warga dan perusahaan yang melapor ke Polres Metro Tangerang Kota. Dari hasil penyelidikan, berkas klaim kepemilikan atas lahan 45 hektare itu ternyata palsu.
Keduanya bahkan menyertakan berkas tersebut ke Pengadilan untuk saling gugat. Para tersangka saat ini dijerat dengan Pasal 263 dan 266 KUHP mengenai pemalsuan dokumen dengan ancaman 7 tahun penjara.
Itu dia beberapa kasus sengketa tanah di pengadilan yang bisa Anda jadikan sebagai referensi.
Bila Anda tertarik mencari pengacara yang kredibel dan profesional di bidangnya, maka LEGAL NOW dapat membantu Anda untuk menyediakannya. Hubungi CS kami dan temukan pengacara untuk mencari solusi masalah Anda.