
LEGAL NOW – Di tengah ramainya pemasaran digital, memiliki perjanjian kerja sama influencer yang jelas itu sangat penting, apalagi untuk menghindari masalah yang sering muncul.
Banyak brand dan influencer hanya fokus pada bayaran dan jadwal, tapi lupa soal hal penting, yakni siapa yang memiliki konten yang dibuat?
Padahal, kalau hak atas konten tidak jelas, hasil karya itu bisa berbalik jadi masalah besar.
Perjanjian Kerja Sama Influencer dan HKI

Dalam sebuah perjanjian kerja sama influencer, hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan poin penting yang tidak boleh diabaikan.
HKI meliputi hak cipta, hak merek, dan bentuk perlindungan hukum lainnya atas karya kreatif.
Influencer biasanya menghasilkan konten berupa foto, video, maupun tulisan yang bernilai komersial.
Konten tersebut secara hukum adalah karya yang dilindungi undang-undang, sehingga kepemilikannya harus dijelaskan secara tertulis dalam kontrak.
Sering kali, kesalahpahaman terjadi karena kontrak hanya menekankan pada pembayaran dan tenggat waktu publikasi.
Padahal, konten yang dibuat influencer bisa digunakan kembali oleh brand di masa depan.
Jika tidak ada aturan jelas, brand berisiko dituduh melanggar hak cipta influencer.
Sebaliknya, influencer bisa menghadapi tuntutan bila menggunakan kembali konten promosi untuk kepentingan pribadi.
Karena itu, HKI menjadi dasar penting agar kerja sama berlangsung aman dan adil.
Hak cipta influencer biasanya tetap melekat pada kreator, kecuali ada klausul khusus dalam kontrak yang mengalihkan kepemilikan kepada brand.
Beberapa kontrak kerja sama digital mengatur bahwa brand hanya mendapat lisensi terbatas, misalnya untuk menggunakan konten selama periode kampanye tertentu.
Dalam kasus lain, brand bisa meminta hak penuh atas konten dengan memberikan kompensasi tambahan.
Semua ini harus tertulis jelas dalam kontrak agar tidak menimbulkan multitafsir.
Untuk menyusun kontrak yang tepat, banyak pihak menggunakan jasa legal drafting atau konsultan kontrak perjanjian.
Dengan bantuan jasa pembuatan kontrak perjanjian, pasal-pasal dalam kontrak lebih terperinci dan mudah dipahami semua pihak.
Ada juga brand yang memilih menggunakan jasa pembuatan perjanjian kerjasama agar dokumen hukum memiliki kekuatan yang sah.
Tujuannya, melindungi kepentingan bisnis sekaligus menjaga hak influencer.
Selain hak cipta, hak merek dalam bisnis influencer juga menjadi perhatian penting.
Influencer sering menggunakan nama brand dalam kontennya, sehingga penggunaannya harus diatur.
Jika tidak, ada risiko penyalahgunaan merek yang bisa merugikan perusahaan.
Dengan memasukkan klausul HKI yang jelas, perjanjian kerja sama influencer menjadi lebih kuat dan mengurangi potensi konflik hukum.
Hak atas Konten Digital: Siapa yang Menguasai Setelah Kerja Sama Berakhir?

Salah satu persoalan besar dalam perjanjian kerja sama influencer adalah kepemilikan konten digital setelah kontrak selesai.
Banyak orang mengira bahwa setelah brand membayar jasa influencer, otomatis semua konten menjadi milik brand.
Kenyataannya, hukum tidak sesederhana itu.
Konten yang dibuat, baik berupa video, foto, maupun tulisan, tetap melekat pada hak cipta influencer sebagai pencipta karya.
Masalah sering muncul ketika brand tetap menggunakan konten lama untuk promosi baru tanpa meminta izin tambahan.
Influencer bisa menganggap tindakan itu sebagai pelanggaran hak cipta.
Sebaliknya, influencer pun bisa menghadapi tuntutan jika menggunakan konten yang dibuat untuk brand dalam kepentingan pribadi tanpa izin.
Karena itu, kontrak harus menjelaskan secara detail siapa yang berhak menggunakan konten setelah kerja sama berakhir.
Ada dua pola umum yang biasanya digunakan dalam kontrak kerja sama digital.
- Brand hanya mendapat lisensi terbatas untuk memakai konten selama periode kampanye. Setelah periode itu selesai, hak penggunaan kembali sepenuhnya ke influencer.
- Brand bisa membeli hak penuh atas konten, sehingga mereka bebas menggunakannya kapan saja.
Pola mana pun yang dipilih harus ditulis secara jelas dalam kontrak perjanjian kerjasama agar tidak menimbulkan konflik.
Dengan adanya dokumen hukum yang detail, semua pihak memahami batasan masing-masing.
Dalam beberapa kasus, surat perjanjian kerja sama konten kreator dibuat dengan menegaskan bahwa hak cipta tetap ada pada influencer, sementara brand hanya memiliki hak pakai terbatas.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlindungan konten online.
Di era digital, konten mudah disebarluaskan dan digunakan ulang tanpa izin.
Kontrak harus menegaskan mekanisme perlindungan, misalnya larangan pihak ketiga memakai konten tanpa persetujuan tertulis.
Bahkan, beberapa brand menambahkan klausul khusus terkait penggunaan ulang konten untuk mencegah sengketa di masa depan.
Dengan pengaturan yang jelas mengenai kepemilikan konten digital, baik influencer maupun brand bisa merasa aman.
Hubungan kerja sama pun lebih profesional karena hak dan kewajiban masing-masing pihak dihargai.
Risiko Usaha Tanpa Kejelasan HKI dalam Dunia Influencer Marketing

Influencer marketing semakin populer karena dianggap efektif menjangkau konsumen. Namun, banyak kerja sama dilakukan tanpa kontrak yang jelas mengenai hak kekayaan intelektual (HKI).
Hal ini sering memunculkan masalah serius, mulai dari sengketa hak cipta hingga kerugian finansial.
Agar lebih jelas, berikut beberapa risiko yang muncul bila perjanjian kerja sama influencer tidak memuat klausul HKI secara detail.
Sengketa Hak Cipta Konten
Tanpa aturan jelas, konten yang diproduksi influencer bisa menimbulkan klaim kepemilikan ganda.
Brand mungkin merasa memiliki hak penuh karena sudah membayar, sedangkan influencer menganggap hak cipta tetap melekat padanya.
Perselisihan ini bisa berujung pada tuntutan hukum.
Karena itu, kontrak harus menegaskan siapa pemilik konten, serta bagaimana aturan penggunaannya setelah kerja sama berakhir.
Penyalahgunaan Merek Dagang
Dalam banyak kasus, influencer menggunakan nama atau logo brand dalam kontennya.
Jika tidak ada aturan jelas, penggunaan merek bisa melenceng dari tujuan awal.
Brand berisiko mengalami kerugian reputasi bila nama mereka dikaitkan dengan hal negatif.
Menetapkan klausul tentang hak merek dalam bisnis influencer sangat penting agar pemakaian merek sesuai aturan hukum dan tidak merugikan perusahaan.
Konten Digunakan Ulang Tanpa Izin
Salah satu risiko terbesar adalah penggunaan ulang konten tanpa izin dari pihak yang berhak.
Brand mungkin memanfaatkan konten lama untuk promosi baru tanpa memberi kompensasi.
Sebaliknya, influencer menyebarkan konten yang dibuat untuk brand di akun pribadi.
Tanpa pengaturan khusus dalam kontrak, kedua tindakan ini bisa dianggap pelanggaran hukum.
Kerugian Finansial untuk Brand
Ketidakjelasan HKI juga bisa berimbas pada kerugian finansial.
Brand bisa kehilangan biaya promosi karena konten tidak dapat dipakai kembali.
Bahkan, brand dapat dituntut ganti rugi jika terbukti melanggar hak cipta.
Hal ini menimbulkan beban biaya tambahan yang sebenarnya bisa dicegah bila sejak awal kontrak memuat klausul perlindungan konten online.
Reputasi Influencer Terganggu
Influencer juga berisiko mengalami kerugian reputasi jika kontennya disalahgunakan.
Misalnya, konten dipakai untuk promosi yang tidak sesuai dengan citra dirinya.
Hal ini bisa membuat pengikut merasa kecewa dan menurunkan kepercayaan publik.
Dengan kontrak kerja sama digital yang jelas, influencer bisa menjaga reputasi dan menghindari risiko pencemaran nama baik.
Bila Anda ingin memastikan kontrak influencer aman, gunakan layanan profesional.
Legal Now hadir sebagai mitra terpercaya untuk jasa pembuatan kontrak bisnis, jasa pembuatan surat perjanjian, hingga jasa legal drafting.
Dengan dukungan tim ahli, Legal Now membantu Anda menyusun kontrak kerja sama digital yang melindungi hak semua pihak.
Jangan biarkan bisnis Anda terancam sengketa, percayakan kebutuhan hukum Anda hanya pada Legal Now.





