Memiliki fisik yang lebih lemah dari laki-laki, maka pemerintah memberi perlindungan pekerja perempuan agar mendapatkan kesetaraan dan perlindungan.
Bukan peraturan adat atau sosial, perlindungan perempuan dalam hal ketenagakerjaan juga diatur dalam perundang-undangan.
Ada beberapa pasal yang mengatur secara jelas dan terperinci untuk mencegah terjadinya hal-hal tidak diinginkan, seperti halnya penindasan atau pelecehan.
Pasal Perundang-undangan Perlindungan Pekerja Perempuan
Meski telah memasuki era modern, anggapan bahwa wanita makhluk lemah hingga kini masih berkembang di masyarakat.
Sebagai usaha untuk melindungi perempuan, pemerintah mengeluarkan aturan khusus perihal perlindungan pekerja perempuan. Berikut penjelasannya:
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Membahas perlindungan pekerja perempuan, tidak terlepas dari hak asasi manusia yang patut dihargai oleh setiap individu.
Hak bekerja sendiri tidak hanya diberikan kepada kaum laki-laki saja tetapi juga perempuan. Hal ini termaktub dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Di dalamnya dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dalam menjalankan perannya sebagai pekerja, perempuan juga harus mendapatkan perlakukan yang layak.
Meski tampak lemah, tetapi pekerja perempuan juga layak diperlakukan dengan baik, seperti penjelasan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945.
Bunyinya menjelaskan bahwa setiap orang berhak terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
Demi memperkuat perlindungan hak perempuan, tercetus Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.
Perundang-undangan ini secara gamblang menjelaskan hal-hak perempuan khususnya berkaitan dengan ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa.
Pasalnya menyatakan bahwa wanita berhak atas perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaannya atau profesinya.
Sebab, potensi adanya hal-hal yang dapat mengancam keselamatan atau kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi wanita.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Penjelasan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 berkaitan dengan bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja.
Bentuk-bentuk perlindungan pekerja perempuan yang dimaksud sudah mencakup 4 aspek. Mengenai apa saja itu, simak pembahasan berikut:
Perlindungan Jam Kerja
Secara umum, berdasarkan Pasal 77 UU Ketenagakerjaan, rata-rata jam kerja produktif jika ditotal adalah 40 jam per satu minggu.
Sedangkan perhitungan harian adalah 8 jam per hari. Sedangkan untuk pekerja perempuan, masih ada aturan spesifiknya.
Perlindungan pekerja perempuan dibuat sangat detail, terutama bagi mereka yang bekerja di malam hari.
Aturannya sendiri tertuang dalam Pasal 76 Ayat (1), (2), (3), serta (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berisi:
(1) Pekerja atau buruh perempuan di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00
(2) Pengusaha tidak diperbolehkan mempekerjakan pekerja atau buruh perempuan hamil yang berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya jika bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh perempuan antara pukul 23.00 hingga 07.00 maka harus melakukan hal-hal berikut:
- Memberi makanan serta minuman yang bergizi
- Menjaga kesusilaan serta keamanan selama berada di tempat kerja.
(4) Perusahaan harus menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja atau buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.
Perlindungan dalam Hal Upah yang Layak Bagi Kemanusiaan
Meski dari segi kekuatan fisik perempuan cenderung lebih lemah, tetapi mengenai pemberian upah tetap harus adil. Aturannya ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
- Pasal 88 ayat 1: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 90 ayat 1: Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
Perlindungan Dalam Masa Haid (Menstruasi)
Pada wanita normal yang belum menopause, haid merupakan hal biasa yang umum terjadi setiap bulannya.
Saat haid, ada beberapa wanita yang mengalami nyeri di area perutnya sehingga membuat kondisinya sangat lemah.
Dalam hal ini, terdapat perlindungan pekerja perempuan yang tercantum pada Undang-Undang 13 Tahun 2003 tepatnya Pasal 81. Isinya berbunyi:
- Pasal 81 Ayat 1: Pekerja wanita yang dalam masa haid merasakan nyeri dan memberitahukan ke bos, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Perlindungan Khusus Dalam Masa Hamil, Keguguran, Melahirkan, dan Menyusui
Selain haid, perempuan yang sudah menikah umumnya akan mengalami masa kehamilan, melahirkan, menyusui, atau bahkan keguguran.
Dalam rangka perlindungan pekerja perempuan, aturan mengenai hal-hal tersebut sudah dibahas di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
- Pasal 82 ayat 1: Pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
- Pasal 82 ayat 2: Pekerja atau buruh perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
- Pasal 83: Pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Perempuan Menurut CEDAW
CEDAW merupakan kepanjangan dari Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women.
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, CEDAW adalah Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Singkatnya, CEDAW merupakan perjanjian internasional yang telah disahkan oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
Di dalamnya berisi Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan pada tanggal 24 Juli 1984.
Sebagai informasi, di dalam CEDAW terdapat affirmative action yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2).
Bunyi pasalnya yaitu “pengambilan tindakan-tindakan khusus oleh Negara-negara Pihak.
Termasuk tindakan-tindakan yang termuat dalam Konvensi ini, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi”.
Affirmative Action sendiri adalah wujud dari Pasal 4 tersebut membahas tentang diskriminasi positif yang bertujuan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Kebijakan affirmative diberlakukan untuk memberi kesempatan setiap warga negara, utamanya kaum perempuan untuk mendapatkan perlakuan yang layak.
Perlindungan pekerja perempuan semakin diperketat, terutama jika sudah berhubungan dengan fungsi reproduksinya.
Ada perlindungan khusus yang diberlakukan hanya untuk perempuan dalam masa-masa tertentu seperti saat hamil.
Perlindungan yang diberikan tersebut tidak boleh dianggap sebagai bentuk diskriminasi bagi kaum laki-laki.
Mengapa demikian? sebab hal itu dilakukan semata-mata untuk melindungi perempuan dalam melewati masa kehamilannya.
Selama masa kehamilan, kondisi fisik perempuan umumnya lebih lemah dan rentan terserang penyakit, jadi tidak bisa bekerja seperti sebelum mengalami kehamilan.
Bagi yang ingin tahu lebih jelas apa itu perlindungan pekerja perempuan dan macam-macamnya, Legal Now merupakan platform paling disarankan untuk dirujuk.